Selasa, 22 Januari 2013

Empati Versus Simpati

sumber gambar
Iseng-iseng buka FB, tanpa sengaja mata saya tertuju pada status teman (baca: fans :-p) yang nongol di beranda.

Dia menulis, "Mari BEREMPATI! Saudara kita yang tertimpa bencana butuh bantuan. Jangan cuma diam dan terus berteori masalah banjir."

Entah pada siapa status tersebut ditujukan dan apa sebenarnya maksud di dalamnya. Kiranya hanya teman FB saya yang  mengetahui.
Namun, bukan itu permasalahannya. Bagi saya, status tersebut seolah-olah menjadi magnet akibat sesuatu yang mungkin bisa disebut sinchronicity. Sebenarnya sederhana saja, ketertarikan saya semata-mata hanya tertuju pada satu kata, empati. Pasalnya, selain kata tersebut berkapital, beberapa menit sebelumnya saya pun membuat sekaligus mengunggah tulisan yang judulnya menggunakan kata yang sama.

Tanpa sadar, ketertarikan saya berkembang pada penempatan dan penggunaannya yang terasa janggal dalam pemahaman saya. Terutama  pada penekanan dan penjelasan kalimatnya. Penalaran saya menunjukkan jika kalimat tersebut diawali dengan ajakan dan diakhiri dengan kalimat yang seolah-olah menuntut pemirsa untuk melakukan tindakkan nyata (bahasa bulenya action).

Penalaran tersebut, sedikit bentrok dengan pemahaman saya tentang empati yang terlintas saat itu. Pengetahuan saya yang terbatas, memahami bahwa empati hanya berkaitan dengan masalah penempatan rasa. Jika diuraikan lebih lanjut; bagaimana seseorang menempatkan perasaannya atau merasakan perasaan yang sama seperti yang dirasakan seseorang/kelompok yang cenderung mengalami kondisi drop atau kesusahan.

Definisi atau pemahaman pribadi yang sangat panjang tentunya, dan tidak menutup kemungkinan jika definisi itu hanya bisa saya pahami sendiri. Hehe, piss!

Jika dikaitkan dengan masalah status di atas, timbul beberapa pertanyaan. Bagaimana mungkin seorang dipaksa untuk melakukan empati atau berempati? Bukankah menempatkan atau menyesuaikan perasaan seringkali terjadi di bawah kontrol kesadaran? Bukankah munafik saat seseorang dipaksa menyesuaikan perasaan hingga bersikap seperti orang/kelompok yang menjadi objek perasaan tersebut?

Entahlah, setidaknya, racauan tersebutlah yang terlintas, sesaat setelah terjadi bentrokkan antara pengetahuan dengan teks/status yang menjadi kenyataan saat itu.

Mengingat teks tersebut menuntut tindakkan bagi pemirsanya, saya tiba-tiba saja merasa jika kondisi dalam kalimat tersebut lebih pas jika menggunakan kata simpati. Tentunya, terlepas dari susunan kalimat pada status di atas.

Terdorong dengan keingintahuan untuk mencari kebenaran atau pembenaran, saya iseng lagi buka KBBI atau kamus online dan beberapa artikel  tentang empati dan simpati. Dan, berhubung saya bukan ahli linguistik yang mungkin akan mencari kata tesebut secara etimologis hingga ke akarnya, maka penelusuran saya hanya sebatas definisi yang sudah ada dan tentunya masih berlaku. Berikut hasil penelusuran saya tentang definisi yang langsung di copas dari sumbernya:

 
empati /em·pa·ti/ /émpati/ n Psi keadaan mental yg membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dl keadaan perasaan atau pikiran yg sama dng orang atau kelompok lain;

berempati /ber·em·pa·ti/ v melakukan (mempunyai) empati: apabila seseorang mampu memahami perasaan dan pikiran orang lain, berarti ia sudah mampu ~

simpati /sim·pa·ti/n1 rasa kasih; rasa setuju (kpd); rasa suka: banyak negara yg menaruh -- kpd perjuangan bangsa itu;2 keikutsertaan merasakan perasaan (senang, susah, dsb) orang lain: rakyat yg menderita akibat bencana alam itu mendapat -- dr berbagai kalangan;

bersimpati /ber·sim·pa·ti/ v 1 menaruh kasih (kpd); suka (akan): dl pemilihan umum itu, banyak juga rakyat yg - kpd golongannya; 2 ikut serta merasakan perasaan orang lain: banyak orang yg - atas kemenangan tim itu

Sekilas, kedua definisi tersebut sama, empati maupun simpati sama-sama merujuk pada penempatan perasaan. Namun jika ditelaah  lebih lanjut, perbedaannya sangat jelas. Untuk dapat memahami lebih lanjut, saya dengan sekehendak hati kemudian memisahkan beberapa kunci pada  masing-masing definisi tersebut.

Empati: kondisi mental, seseorang, merasa atau mengidentifikasi diri, dalam keadaan atau pikiran yang sama.

Simpati: ikut serta/keikutsertaan, merasakan perasaan.

Berdasarkan kunci-kunci tersebut, saya mendapat pemahaman bahwa empati lebih menekankan pada kondisi dan pengalaman kejiwaan (psikis/mental) seseorang (individu) yang terpengaruh oleh kondisi kejiwaan (psikis/mental) orang lain. Artinya aktor yang lebih mengambil peranan dalam kondisi ini adalah individu, dengan kata lain empati merupakan kondisi individu yang sifatnya pribadi.

Sedangkan simpati, lebih pada tindakkan individu yang memiliki perasaan yang sama, bisa juga dikatakan sebagai kondisi sosial dalam menanggapi perasaan yang sama.

Entahlah, apakah pendapat saya sebelum dan sesudah melakukan penelusuran dan penelaahan yang sederhana tersebut benar atau malah menyesatkan. Harap maklum saya bukah ahli linguistik apalagi psikolog. Baiknya kita tanyakan saja pada pihak yang berwajib. Tapi ingat! Jangan tanya pada rumput yang bergoyang! Karena hanya Ebiet G Ade yang bisa melakukannya.

Hahay, salam!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar