JIKA ditanya, bagaimana ia bisa selamat dari tragedi tersebut? Jawabannya adalah akibat pesan dalam botol.
Ya,
pesan yang dalam bayangan kita dimasukkan ke dalam botol, lalu dilarung
begitu saja ke laut tanpa memikirkan ritual. Hanya berharap, agar ada
seseorang yang mendapati lalu membaca pesan tersebut.
Namun,
sepertinya tak masuk akal jika pesan yang ia kirim untuk entah itu,
bisa menyelamatkannya hanya dalam hitungan jam. Bayangkan saja,
bagaimana perjuangan sebuah botol yang tergulung ombak hanya untuk
mencapai lautan lepas. Satu hari? Dua hari? Entahlah, sebab perahu
bermesin pun butuh dorongan yang sangat kuat untuk bisa mencapai lautan
lepas. Setelah itu, berapa lama juga botol yang terlunta-lunta di tengah
laut itu berjuang untuk mencapai pantai atau pulau lain? Terlebih,
sebuah botol tak pernah tahudaratan atau pulau yang tujunya tersebut
berisi atau pulau kosong.
Atau
mungkin saja ada nelayan yang menemukannya di tengah laut, lalu membuka
dan membaca pesan tersebut? Sepertinya hanya nelayan iseng yang
bertindak seperti itu. Jangankan botol, ular atau ikan yang sekiranya
tak memiliki nilai jual, pasti akan disortir dan dibuangnya.
Ah! Mungkin botol itu memiliki bentuk yang sitimewa dan menarik perhatian nelayan. Bisa jadi seperti itu, tapi siapa yang akan membuang botol istimewa tersebut hingga terdampar dan ditemukan olehnya, lalu kembali dibuang? Bukankah bentuk botol istimewa lebih memiliki nilai seni untuk dipajang?
Apa
pun pemikiran kita, bagaimana pun analisa kita, segala kemungkinan bisa
saja terjadi. Kenyataannya pesan dalam botol itulah yang
menyelamatkannya. Keajaiban, mungkin itu kata yang tepat untuk
menafsirkan misteri tersebut.
***
ADALAH
Ranti, kasir mini market yang saat itu bekerja hingga malam. Maklum,
toko yang berdekatan dengan tempat hiburan malam itu memang tak pernah
sepi, terlebih di malam minggu. Bertemu dengan orang mabuk atau
gerombolan gengster pun, sudah menjadi hal biasa baginya. Namun tidak
untuk malam ini.
Hujan
memang membuat toko menjadi sedikit sepi. Ketidakbiasaan adalah saat
seseorang yang berlumuran darah di sekujur tubuhnya, datang hanya untuk
sebungkus rokok. Topi laken yang dikenakan, membayangi wajahnya yang
juga berlumuran darah. Ingin rasanya Ranti bertanya “Apa yang telah
terjadi, Pak!” Namun keinginan itu terpatahkan dengan kondisinya yang
bugar, tanpa luka sedikit pun. Artinya, darah yang menempel itu,
bukanlah darahnya. Peristiwa yang membuat Ranti dan dua penjaga toko
lainnya hanya terpaku, tak berani bertanya bahkan menatapnya.
“Berapa?” suara paraunya yang datar terdengar begitu menyeramkan.
“Euh! Lima belas ribu, pak!” Sahut Ranti gelagapan.
Lelaki
itu menatap Ranti dengan tajam, sambil menyodorkan uang pas. Ranti
hanya bisa menunduk, mengalihkan tatapannya pada keyboard mesin hitung.
Waktu
seolah berjalan dengan sangat lambat, lelaki itu masih terdiam, lalu
mengalihkan muka pada pengunjung lain yang penasaran namun tak bisa
berbuat apa-apa.
“Kenapa?” tanyanya dengan sangat tenang.
Tak ada jawaban dari siapa pun, hanya sikap-sikap kaku dan pura-pura sebagai pengalihan.
Ia mengalihkan tas di punggungnya, membuka dan merogoh sesuatu.
“Perampokan!” pikir Ranti.
“Tenang, saya tak memiliki niat apa pun! Kecuali, kalian ingin seperti ini!” Bungkusan
plastik hitam yang juga berlumuran darah diletakkan di meja kasir.
Lelaki itu pergi tanpa menoleh atau mengucapkan sepatah kata pun.
Hening, tegang, semua diam seperti terhipnotis. Hingga seseorang masuk lalu menyadarkan semuanya.
Beberapa
saat kemudian, Polisi datang. Namun, sekompi polisi beratribut lengkap
yang mendatangi toko tanpa sebab kekacauan atau peristiwa perampokkan
adalah hal yang tak biasa. Apalagi semua yang ada di lokasi tahu jika
bungkusan dari lelaki itu bukanlah bom. Namun tanggapan polisi yang
sibuk dan bergerak dengan sangat cepat itu, jelas menyiratkan jika ada
sesuatu yang sangat penting dalam bungkusan tersebut.
***
TERBARING lemah.
Seluruh
tubuh dan mukanya yang bengkak dan terluka, tertutup perban. Dia
bagaikan mumi hidup yang hanya bisa meringis, meneteskan air mata dan
makan lewat selang infush yang tertanam di pergelangan tangannya.
Puluhan atau ratusan pertanyaan pun hanya dijawab dengan anggukkan atau
gelengan kepala. Lidahnya lebih dari sekadar kelu, mengeras, kaku dan
melepuh. Dugaan sementara, ia dianiaya dan lidahnya ditetesi air keras
agar bungkam terhadap pelaku penganiayaan tersebut.
Yang lebih mengenaskan adalah, seluruh jari tangannya
dipotong. Sungguh tindak penganiayaan yang sangat keji. Sepertinya
penganiaya memang membiarkan korban hidup dan menderita seperti itu.
Lalu menghilangkan jejak dengan melumpuhkan organ-organ penting dalam
penyampaian informasi.
Namun,
apa yang menyebabkan pelaku menyimpan jari-jarinya di dalam botol
dengan secarik pesan untuk menyelamatkannya, itulah misteri utama yang
belum terpecahkan hingga saat ini.
Hingga tiga botol lain, berisi bola mata dan organ tubuh lain kembali ditemukan.
“BERSIHKAN!”
Pesan terakhir, penegas motif pelaku yang sengaja menyerang residivis pengedar narkoba.
***
Cerpen Lainnya
Cerpen Lainnya
~hers, 171113
ilustrasi: life.viva.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar