Rabu, 27 November 2013

Mutilasi

CUKUP sudah kubiarkan perselingkuhan ini. Aku sudah muak dan tak tahan lagi! Bertahun-tahun menikahinya, apa yang kudapat? Hanya cinta dan kepura-puraan. Dan kau! Adalah penyebab semuanya. 

Tidakkah kau dengar canda tawa bocah di atas? Mereka adalah anak-anakku yang terlahir jauh sebelum kehadiranmu. Lantas, kau muncul secara tiba-tiba dan mengacaukan semuanya. Dan aku! Aku menjelma satu dari percabangan rasa yang menanti untuk disinggahi. Menyedihkan bukan?

Baiklah, akan kumulai saja prosesi pelenyapanmu. Mungkin kau tak ingin melihat bagaimana aku melakukannya. Maka biarkan kubedah kedua bola matamu agar sirna penglihatanmu. Atau kau masih merindukan keadaan hening untuk menghantar kematianmu? Baiklah, izinkan aku memisahkan kedua telinga yang selalu tertutup oleh rambut ikalmu.

Hening bukan? Aku yakin kau tak sanggup lagi mendengar canda tawa anak-anakku di atas.

Oh, tidak! Rupanya kau ingin menjerit dan meneriakkan kengerian ini lewat bibir manismu. Sialnya, bibirmu memang manis, kendati berada di pintu kematian. Tapi aku tak ingin mengagetkan anak-anakku. Karenanya tersenyumlah, bukankah senyum manismu yang membuat istriku terpikat? Lalu tanpa ia sadari telah mengobarkan api amarah dalam dadaku? Baiklah, sebagai balasan, akan kuhilangkan senyum dari wajahmu. Sekali lagi, ini tak akan menyakitkanmu.

Ahh! Sial, kau memang sempurna, bahkan setelah kupisahkan beberapa anggota wajahmu, kau masih terlihat sempurna. Baiklah! Aku tak akan bermain main lagi untuk melenyapkanmu. Ijinkan kupindahkan tubuhmu ke halaman belakang, karena aku tak ingin mengotori dan membersihkan lantai ini.

Sstt! Diamlah, karena aku akan menyeretmu dan aku tak ingin anak-anak menyaksikan.
 
Baiklah, akan kulakukan dengan sangat cepat. Kumulai saja dari jemari kakimu, lalu ke pergelangan kaki. Setahap demi setahap hingga seluruh tubuhnu tercincang habis. Sesuai keinginanmu, kulakukan dengan hening dan tak akan menyakitkanmu.

Lengkap sudah! Tinggal kepalamu. Akan kujejalkan semua bagian tubuhmu menjadi isi dari kepalamu.
Tapi sayang, kau, memang merepotkan! Bahkan setelah semua anggota tubuhmu tercincang. Kau masih merepotkan!

Bagaimana aku harus membersihkanmu? Kubuang begitu saja ke tempat sampah? Tidak, karena istriku akan sangat terpukul jika ia melihatmu dalam kondisi tanpa bentuk seperti ini.

Atau kukubur di antara bunga-bunga mawar rawatan istriku? Ooh, sama sekali tak akan kulakukan. Sebab aku tak ingin mengotori dan memupuk taman dengan tubuhmu.

Maafkan aku, karena aku tak tahu lagi harus melakukan apa pada ceceran tubuhmu. Membakarnya, mungkin cara terbaik untuk benar-benar melenyapkanmu. Seperti janjiku sebelumnya, kau memang harus lenyap dalam keluarga ini.

***

SIAL! Asap pembakaranmu sangat menyengat. Dan ini kesalahanmu hingga anak-anakku melihat dan menutup hidung di daun jendela kamarnya.

“Ayah sedang membakar apa? Baunya menyengat sekali!”

Jika kau berpikir aku akan menunjukkan wajah marah pada anak-anakku. Kau salah, karena aku akan tersenyum dan menyuruh mereka untuk menutup jendela, agar asapmu tak menjejali ruang-ruang di rumahku.

***

AHH! Nyaman sekali rasanya, menghuni ruangan ini setelah membereskanmu!

“Sayang! Kata anak-anak, kau yang membersihkan ruangan ini tadi? Benarkah?”

“Tentu saja!”

“Lalu, di mana kau simpan poster dan foto calon artis-artis itu?”

“Telah kubakar!”

“Apa?”

“Kubakar!”

“Ahh! Maaf, aku selalu merepotkanmu dengan koleksi foto yang berantakan di meja kerjamu! “

***
~hers,231113
Cerpen Lainnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar