CUKUP sudah
kubiarkan perselingkuhan ini. Aku sudah muak dan tak tahan lagi!
Bertahun-tahun menikahinya, apa yang kudapat? Hanya cinta dan
kepura-puraan. Dan kau! Adalah penyebab semuanya.
Tidakkah
kau dengar canda tawa bocah di atas? Mereka adalah anak-anakku yang
terlahir jauh sebelum kehadiranmu. Lantas, kau muncul secara tiba-tiba
dan mengacaukan semuanya. Dan aku! Aku menjelma satu dari percabangan
rasa yang menanti untuk disinggahi. Menyedihkan bukan?
Baiklah,
akan kumulai saja prosesi pelenyapanmu. Mungkin kau tak ingin melihat
bagaimana aku melakukannya. Maka biarkan kubedah kedua bola matamu agar
sirna penglihatanmu. Atau kau masih merindukan keadaan hening untuk
menghantar kematianmu? Baiklah, izinkan aku memisahkan kedua telinga
yang selalu tertutup oleh rambut ikalmu.
Hening bukan? Aku yakin kau tak sanggup lagi mendengar canda tawa anak-anakku di atas.
Oh,
tidak! Rupanya kau ingin menjerit dan meneriakkan kengerian ini lewat
bibir manismu. Sialnya, bibirmu memang manis, kendati berada di pintu
kematian. Tapi aku tak ingin mengagetkan anak-anakku. Karenanya
tersenyumlah, bukankah senyum manismu yang membuat istriku terpikat?
Lalu tanpa ia sadari telah mengobarkan api amarah dalam dadaku? Baiklah,
sebagai balasan, akan kuhilangkan senyum dari wajahmu. Sekali lagi, ini
tak akan menyakitkanmu.
Ahh!
Sial, kau memang sempurna, bahkan setelah kupisahkan beberapa anggota
wajahmu, kau masih terlihat sempurna. Baiklah! Aku tak akan bermain main
lagi untuk melenyapkanmu. Ijinkan kupindahkan tubuhmu ke halaman
belakang, karena aku tak ingin mengotori dan membersihkan lantai ini.
Sstt! Diamlah, karena aku akan menyeretmu dan aku tak ingin anak-anak menyaksikan.
Baiklah,
akan kulakukan dengan sangat cepat. Kumulai saja dari jemari kakimu,
lalu ke pergelangan kaki. Setahap demi setahap hingga seluruh tubuhnu
tercincang habis. Sesuai keinginanmu, kulakukan dengan hening dan tak
akan menyakitkanmu.
Lengkap sudah! Tinggal kepalamu. Akan kujejalkan semua bagian tubuhmu menjadi isi dari kepalamu.
Tapi sayang, kau, memang merepotkan! Bahkan setelah semua anggota tubuhmu tercincang. Kau masih merepotkan!
Bagaimana
aku harus membersihkanmu? Kubuang begitu saja ke tempat sampah? Tidak,
karena istriku akan sangat terpukul jika ia melihatmu dalam kondisi
tanpa bentuk seperti ini.
Atau
kukubur di antara bunga-bunga mawar rawatan istriku? Ooh, sama sekali
tak akan kulakukan. Sebab aku tak ingin mengotori dan memupuk taman
dengan tubuhmu.
Maafkan
aku, karena aku tak tahu lagi harus melakukan apa pada ceceran tubuhmu.
Membakarnya, mungkin cara terbaik untuk benar-benar melenyapkanmu.
Seperti janjiku sebelumnya, kau memang harus lenyap dalam keluarga ini.
***
SIAL! Asap pembakaranmu sangat menyengat. Dan ini kesalahanmu hingga anak-anakku melihat dan menutup hidung di daun jendela kamarnya.
“Ayah sedang membakar apa? Baunya menyengat sekali!”
Jika
kau berpikir aku akan menunjukkan wajah marah pada anak-anakku. Kau
salah, karena aku akan tersenyum dan menyuruh mereka untuk menutup
jendela, agar asapmu tak menjejali ruang-ruang di rumahku.
***
AHH! Nyaman sekali rasanya, menghuni ruangan ini setelah membereskanmu!
“Sayang! Kata anak-anak, kau yang membersihkan ruangan ini tadi? Benarkah?”
“Tentu saja!”
“Lalu, di mana kau simpan poster dan foto calon artis-artis itu?”
“Telah kubakar!”
“Apa?”
“Kubakar!”
“Ahh! Maaf, aku selalu merepotkanmu dengan koleksi foto yang berantakan di meja kerjamu! “
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar