Kamis, 02 Januari 2014

Psichadelic Jim Morrison: Kebebasan dan Pemberontakkan



James Douglash Morrison, lebih dikenal dengan Jim Morrison. Lahir di Melbourne, Florida, Amerika Serikat tanggal 8-12-1943. Karir dan ketenarannya, bisa dikatakan berawal sejak pertemuannya dengan Ray Manzarek. Pertemuan yang membuat dia bergabung dengan dua sosok lainnya, Robby Kriger dan John Densmore dalam sebuah band legendaris yang bernama The Doors.

Seiring waktu, ia memperkenalkan diri sebagai Mr. Mojo Risin yang merupakan anagram dari nama tenarnya. Mr. Mojo Risin ini, ia masukkan sebagai lirik dalam salah satu lagunya yang berjudul LA Woman. Entah, apakah masuknya anagram itu adalah sebuah narcism atau bukan. Yang jelas, genre musik yang dibawakannya, mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kenarcisannya.


Psichadelic atau psikadelik, sebuah genre yang lebih menonjolkan kebebasan berekspresi. Kebebasan dari apa pun, baik dari penampilan, aksi panggung, musikalitas dan sebagainya. Karenanya, dalam setiap lagunya, Jim Morisson dan The Doors kerap bahkan selalu berimprovisasi. Bukan hanya di atas panggung, tapi juga dalam dapur rekaman, buktinya banyak lirik yang tak sesuai atau bercampur aduk dengan lirik dalam lagu lainnya.

Tentang aksi panggungnya sendiri, jangan ditanya alasannya jika Jim Morrison kerap membuat ulah yang kontrovesial. Memaki pab dan pemilik pab atau tempat-tempat manggung lainnya, hingga diusir paksa saat pentas. Mabuk saat manggung atau bertindak tak senonoh dan hal-hal berbau kontroversi lainnya, sebab spepert itu lah ciri khas psichadelic yang memang menjunjung tinggi kebebasan. Bahkan bisa dianggap sebagai pemberontakkan.

Kebebasan tak terbatas yang tentu saja mempengaruhi gaya hidupnya. Hingga akhirnya, ia terjebak dalam lingkaran setan, sex, drug and alcohol. Lingkaran yang juga menimpa musisi-musisi papan atas lain di masanya.

Perjalanan Hidup dan Pemberontakkan

Masa kecilnya sebagai Jim Douglash Morrison, ia mengalami sebuah kejadian paling penting yang mempengaruhi hidupnya. Perjalanan berpindah-pindah dari satu wilayah lainnya, meyebabkan terganggunya sosialisasi atau perkembangan emosinya. 

Ia kemudian tumbuh menjadi remaja cerdas, santun, pemalu dan tak percaya diri. Namun di saat lain, ia kerap berperilaku kasar atau sekadar melontarkan kata-kata yang tak sopan. Dua pribadi tersebut, konon membuat dia disebut sebagai orang yang memiliki kepribadian ganda.

Bukan hanya dalam kehidupannya, tapi juga dalam lirik-lirik lagunya. Satu lirik yang menohok, justru dituangkan pada lagu legendarisnya, The End. Dalam lagu itu ia berkata, 

Father, ...  
Yes son...
I Want to Kill You...
Mother.... I Want to ...F**...( silahkan cari tahu atau dengar sendiri)

Entah apa yang membuat ia menuliskan lirik tersebut dalam lagunya. Banyak yang mengatakan bahwa lirik tersebut berhubungan dengan masa lalu keluarganya.

Namun bagi Jim sendiri, lagu tersebut memiliki makna yang sangat dalam tergantung dari sudut mana ia melihat. Ia pernah mengatakan, bahwa lagu tersebut adalah simbol perpisahan untuk seorang gadis yang dicintainya, juga sebagai simbol perpisahan untuk masa kecilnya.

Lalu seperti apa masa kecilnya? Kita bahas di lain waktu.

Kendati demikian penjelasan Ray Manzarek sepertinya bisa memberikan pandangan objektif terhadap lagu tersebut. Menurutnya, Jim Morrison kerap melemparkan isu psikologis yang berhubungan dengan legenda Raja Yunani, Oedipush. Legenda yang memang berkaitan erat dengan perilaku penyimpangan seksual, oedipush complex. Isu yang terlontar justru saat orang-orang di masanya cenderung membicarakan psikologi Freud.

Sebuah gagasan yang bisa dikatakan berbeda dan bertolak belakang dengan kecenderungan yang ada. Gagasan yang juga bisa dikatakan sebagai pemberontakkan pada tatanan-tatanan nilai, pengetahuan dan kebiasaan yang ada. Pemberontakkan yang membuatnya mampu menembus batas-batas kewajaran hingga membawanya ke satu titik ketenaran. 

Break on Through to the Other Side, mungkin itulah makna lain dari dari pemberontakkannya. [hers]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar