Minggu, 20 Januari 2013

Dumas dan Misteri Mazzolato

Sampuldepan
"...Kematian adalah satu-satunya hal yang penting dalam kehidupan kita ini yang patut menjadi bahan renungan. Bukankah baik kalau kita mengetahui bermacam-macam cara jiwa meninggalkan raganya, dan mempelajari bagaimana seseorang berpindah dari ada ke tiada yang bergantung dari adat dan wataknya, bahkan juga kepada kebiasaan bangsanya?... Kematian mungkin merupakan cobaan Tuhan, tetapi jelas bukan penebusan dosa. ..."

~Alexandre Dumas, Count of Monte Cristo~


Beberapa kali menamatkan Count of Monte Cristo-nya Dumas, saya masih saja penasaran mencari-cari reverensi dari beberapa istilah. Rasa penasaran yang membawa prasangka apakah istilah tersebut memang ada atau hanya sebutan pengarang saja? Atau memang pernah ada dan sekarang tak lagi dipakai?

Entahlah, yang jelas tak ada satupun referensi yang bisa saya dapat hanya melalui browsing (maklum, malas mencari dan membaca buku). Meski demikian, itu pun berarti, tidak menutup kemungkinan jika ada referensi lain yang lebih tepat dan bisa dipertanggungjawabkan, yang terkait dengan kebingungan saya.

Sedikit ulasan tentang kutipan di atas, diceritakan bahwa Count of Monte Cristo tengah berada di Roma untuk menyaksikan karnaval. Bayangan yang saya dapat, bahwa karnaval tersebut merupakan rangkaian peristiwa tahunan, bisa disebut juga sebagai pesta rakyat.

Seperti halnya pesta-pesta rakyat di negara lain, rangkaian acara selalu disisipi dengan peristiwa penting. Peristiwa yang dimaksud dan menjadi penekanan dalam cerita di atas, adalah eksekusi mati penjahat-penjahat kelas kakap. Di beberapa negara, eksekusi bukan hanya dianggap sebagai ganjaran yang setimpal, tapi juga sarana penebusan dosa. Buktinya, eksekusi tidak hanya melibatkan aktor dan simbol hukum, tetapi juga aktor dan simbol keagamaan.

Kembali pada cerita. Saat itu, disebutkan bahwa ada dua penjahat yang akan dieksekusi mati dengan dua cara berbeda. Cara pertama adalah hukuman pancung/ penggal dengan menggunakan guillotine. Cara ke dua adalah Mazzolato, sebuah istilah yang menjadi dasar kepenasaran dan kebingungan saya. Namun kebingungan tersebut sedikit terjawab di akhir bab, dengan penjelasan:

"... Algojo melemparkan (membuang, pen) gadanya, menghunus pisaunya lalu menyobek leher Andrea (terhukum, pen). Selanjutnya dia menekan dan meremas perut Andrea dengan jari-jari kakinya. Setiap kali dia menekan kakinya, darah memancar keluar dari tenggorokan Andrea. ..." (Bab XX, hal 222).
Nah, setelah mendapatkan penjelasan yang memang kurang memuaskan tersebut, saya mencoba membayangkan bahwa Mazzolato adalah eksekusi mati dengan cara menyembelih leher terhukum. Lalu, diikuti dengan kegiatan lain yang bagi saya lebih mendekati penyiksaan.

Terlepas dari penyiksaan atau bukan, eksekusi semacam itu dilakukan melalui putusan pengadilan. Artinya, sah secara hukum yang berlaku pada masyarakat tersebut (Roma, pada masa itu). Tidak menutup kemungkinan, jika hukum tersebut merupakan  kebiasaan bangsanya, seperti kutipan di atas.

Menitikberatkan pada kebiasaan bangsa. Saya kemudian tergerak untuk mencari perbandingan tentang hukuman mati, sebelum dan sesudah masa dalam cerita tersebut. Karena secara keseluruhan, cerita  mengambil setting awal di tahun 1815, maka tahun tersebut dianggap sebagai patokan historis bagi perbandingan saya.

Secara umum, sejarah mencatat setidaknya ada lima metode eksekusi mati yang sangat terkenal, antara lain:
1. Hukuman pancung: hukuman dengan cara potong kepala
2. Hukuman gantung: hukuman dengan cara digantung di tiang gantungan
3. Rajam: hukuman dengan cara dilempari batu hingga mati
4. Sengatan listrik: hukuman dengan cara duduk di kursi yang kemudian dialiri listrik bertegangan tinggi
5. Suntik mati: hukuman dengan cara disuntik obat yang dapat membunuh

Dari kelima metode tersebut, jelas tidak ada satupun konsep yang mewakili mazzolato sebagai metode eksekusi mati.

Semakin penasaran dengan mazzolato tersebut, tiba-tiba saja saya teringat pada sebuah film berjudul The Passion of the Christ. Sebuah film yang mendapat predikat restricted karena menunjukkan rentetan adegan kekerasan saat penyaliban Yesus. Namun, seluruh fragmen yang saya ingat, hanya menggambarkan penyiksaan dengan dalih ganjaran untuk dosa yang telah dilakukan, hingga berakhir pada peristiwa penyaliban. Dengan kata lain, tak ada sedikitpun fragmen yang menunjukkan kedekatan terhadap mazzolato sebagai metode eksekusi mati. Atau, mungkin saja rangkaian penyiksaan sebelum kematian itu yang disebut mazzolato?

Sedikit menyerah. Prasangka subjektif pun akhirnya muncul, bahwa mazzolato memang karangan penulis. Sebuah prasangka yang tentu saja beralasan setelah membaca keseluruhan novel (yang boleh saya sebut) bergenre historical fiction ini, ternyata mengandung unsur-unsur fantasi.

Sedikit ulasan yang menguatkan prasangka tersebut adalah, beberapa adegan yang sulit dicerna akal. Adegan yang dimaksud yaitu, penghilangan secara temporer dari unsur-unsur kehidupan utama (nafas dan detak jantung) oleh cairan yang bisa disebut racun.

Prasangka lain mungkin sifatnya lebih politis. Dengan dasar pemikiran bahwa mazzolato memang ada dan telah mengakar sebagai warisan budaya (kebiasaan bangsa), namun sengaja dihilangkan untuk menutupi praktik kekejaman masa lalu.

Namun, pembahasan yang sangat politis ini, saya kira akan menimbulkan isu lain tentang sebuah kekuasaan. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan menjadi polemik dan pertentangan bagi pemegang kekuasaan saat ini. Karenanya, biarlah pembahasan politis ini menjadi polemik pribadi. Meski demikian, saya tetap berpendapat bahwa hukum tak bisa dilepaskan dari peran dan simbol kekuasaan.

Dan, keberadaan mazzolato pun masih tetap menjadi misteri. Sebagai penutup, kiranya benar saat Count of Monte Cristo menyatakan bahwa, "Pemandangan yang paling menarik perhatian dalam kehidupan ini adalah kematian."
___
Lihat juga: Alexandre Dumas dan Kelas Sosial

5 komentar:

  1. halo kang her. nuhun nya udah mampir. gantian ah... :D
    banyakin atuh isinya hehehe...
    betewe... mau komen di sini juga kudu buktiin kalo bukan robot euy, padahal saya kira saya manusia... 0__0a

    BalasHapus
    Balasan
    1. maklumlah perbaruan,, tulisan lama baru dihapus :)
      hahay, syukutlah kalo bukan robot.

      Hapus
  2. lihat guilotine jadi inget guilotine terbang yang sering ada di film mandarin bahkan jadi misteri hingga sekarang benarkah ada senjata ini.

    semoga kang Her masih inget saya...
    nice post

    BalasHapus
    Balasan
    1. lama ga buka blog ini,, tau2 ada mba dyah,, ekekeke...pakabar mba?

      kl d sini senerna bukan senjata sih,, lebih pada alat memenggal, tuh kaya alat di atas.. alat yg juga dipake sama judge bao :D
      tp, kl di pilem2 kung pu, emang dipake senjata,

      Hapus