Sampuldepan |
"...Kematian adalah satu-satunya hal yang penting dalam kehidupan kita ini yang patut menjadi bahan renungan. Bukankah baik kalau kita mengetahui bermacam-macam cara jiwa meninggalkan raganya, dan mempelajari bagaimana seseorang berpindah dari ada ke tiada yang bergantung dari adat dan wataknya, bahkan juga kepada kebiasaan bangsanya?... Kematian mungkin merupakan cobaan Tuhan, tetapi jelas bukan penebusan dosa. ..."
~Alexandre Dumas, Count of Monte Cristo~
Beberapa
kali menamatkan Count of Monte Cristo-nya Dumas, saya masih saja
penasaran mencari-cari reverensi dari beberapa istilah. Rasa penasaran
yang membawa prasangka apakah istilah tersebut memang ada atau hanya
sebutan pengarang saja? Atau memang pernah ada dan sekarang tak lagi
dipakai?
Entahlah, yang jelas tak ada satupun
referensi yang bisa saya dapat hanya melalui browsing (maklum, malas
mencari dan membaca buku). Meski demikian, itu pun berarti, tidak
menutup kemungkinan jika ada referensi lain yang lebih tepat dan bisa
dipertanggungjawabkan, yang terkait dengan kebingungan saya.
Sedikit
ulasan tentang kutipan di atas, diceritakan bahwa Count of Monte Cristo
tengah berada di Roma untuk menyaksikan karnaval. Bayangan yang saya
dapat, bahwa karnaval tersebut merupakan rangkaian peristiwa tahunan,
bisa disebut juga sebagai pesta rakyat.
Seperti halnya
pesta-pesta rakyat di negara lain, rangkaian acara selalu disisipi
dengan peristiwa penting. Peristiwa yang dimaksud dan menjadi penekanan
dalam cerita di atas, adalah eksekusi mati penjahat-penjahat kelas
kakap. Di beberapa negara, eksekusi bukan hanya dianggap sebagai
ganjaran yang setimpal, tapi juga sarana penebusan dosa. Buktinya,
eksekusi tidak hanya melibatkan aktor dan simbol hukum, tetapi juga
aktor dan simbol keagamaan.
Kembali pada cerita. Saat
itu, disebutkan bahwa ada dua penjahat yang akan dieksekusi mati dengan
dua cara berbeda. Cara pertama adalah hukuman pancung/ penggal dengan
menggunakan guillotine. Cara ke dua adalah Mazzolato, sebuah istilah
yang menjadi dasar kepenasaran dan kebingungan saya. Namun kebingungan
tersebut sedikit terjawab di akhir bab, dengan penjelasan:
"... Algojo melemparkan (membuang, pen) gadanya, menghunus pisaunya lalu menyobek leher Andrea (terhukum, pen). Selanjutnya dia menekan dan meremas perut Andrea dengan jari-jari kakinya. Setiap kali dia menekan kakinya, darah memancar keluar dari tenggorokan Andrea. ..." (Bab XX, hal 222).
Nah, setelah mendapatkan penjelasan yang memang kurang memuaskan tersebut, saya mencoba membayangkan bahwa Mazzolato
adalah eksekusi mati dengan cara menyembelih leher terhukum. Lalu,
diikuti dengan kegiatan lain yang bagi saya lebih mendekati penyiksaan.
Terlepas
dari penyiksaan atau bukan, eksekusi semacam itu dilakukan melalui
putusan pengadilan. Artinya, sah secara hukum yang berlaku pada
masyarakat tersebut (Roma, pada masa itu). Tidak menutup kemungkinan,
jika hukum tersebut merupakan kebiasaan bangsanya, seperti kutipan di
atas.
Menitikberatkan pada kebiasaan bangsa. Saya
kemudian tergerak untuk mencari perbandingan tentang hukuman mati,
sebelum dan sesudah masa dalam cerita tersebut. Karena secara
keseluruhan, cerita mengambil setting awal di tahun 1815, maka tahun
tersebut dianggap sebagai patokan historis bagi perbandingan saya.
Secara umum, sejarah mencatat setidaknya ada lima metode eksekusi mati yang sangat terkenal, antara lain:
1. Hukuman pancung: hukuman dengan cara potong kepala
2. Hukuman gantung: hukuman dengan cara digantung di tiang gantungan
3. Rajam: hukuman dengan cara dilempari batu hingga mati
4. Sengatan listrik: hukuman dengan cara duduk di kursi yang kemudian dialiri listrik bertegangan tinggi
5. Suntik mati: hukuman dengan cara disuntik obat yang dapat membunuh
Dari kelima metode tersebut, jelas tidak ada satupun konsep yang mewakili mazzolato sebagai metode eksekusi mati.
Semakin penasaran dengan mazzolato tersebut, tiba-tiba saja saya teringat pada sebuah film berjudul The Passion of the Christ. Sebuah film yang mendapat predikat restricted karena
menunjukkan rentetan adegan kekerasan saat penyaliban Yesus. Namun,
seluruh fragmen yang saya ingat, hanya menggambarkan penyiksaan dengan
dalih ganjaran untuk dosa yang telah dilakukan, hingga berakhir pada
peristiwa penyaliban. Dengan kata lain, tak ada sedikitpun fragmen yang
menunjukkan kedekatan terhadap mazzolato sebagai metode eksekusi mati. Atau, mungkin saja rangkaian penyiksaan sebelum kematian itu yang disebut mazzolato?
Sedikit menyerah. Prasangka subjektif pun akhirnya muncul, bahwa mazzolato
memang karangan penulis. Sebuah prasangka yang tentu saja beralasan
setelah membaca keseluruhan novel (yang boleh saya sebut) bergenre
historical fiction ini, ternyata mengandung unsur-unsur fantasi.
Sedikit
ulasan yang menguatkan prasangka tersebut adalah, beberapa adegan yang
sulit dicerna akal. Adegan yang dimaksud yaitu, penghilangan secara
temporer dari unsur-unsur kehidupan utama (nafas dan detak jantung) oleh
cairan yang bisa disebut racun.
Prasangka lain mungkin sifatnya lebih politis. Dengan dasar pemikiran bahwa mazzolato
memang ada dan telah mengakar sebagai warisan budaya (kebiasaan
bangsa), namun sengaja dihilangkan untuk menutupi praktik kekejaman masa
lalu.
Namun, pembahasan yang sangat politis ini, saya
kira akan menimbulkan isu lain tentang sebuah kekuasaan. Bahkan tidak
menutup kemungkinan akan menjadi polemik dan pertentangan bagi pemegang
kekuasaan saat ini. Karenanya, biarlah pembahasan politis ini menjadi
polemik pribadi. Meski demikian, saya tetap berpendapat bahwa hukum tak
bisa dilepaskan dari peran dan simbol kekuasaan.
Dan, keberadaan mazzolato
pun masih tetap menjadi misteri. Sebagai penutup, kiranya benar saat
Count of Monte Cristo menyatakan bahwa, "Pemandangan yang paling menarik
perhatian dalam kehidupan ini adalah kematian."
___Lihat juga: Alexandre Dumas dan Kelas Sosial
tes
BalasHapushalo kang her. nuhun nya udah mampir. gantian ah... :D
BalasHapusbanyakin atuh isinya hehehe...
betewe... mau komen di sini juga kudu buktiin kalo bukan robot euy, padahal saya kira saya manusia... 0__0a
maklumlah perbaruan,, tulisan lama baru dihapus :)
Hapushahay, syukutlah kalo bukan robot.
lihat guilotine jadi inget guilotine terbang yang sering ada di film mandarin bahkan jadi misteri hingga sekarang benarkah ada senjata ini.
BalasHapussemoga kang Her masih inget saya...
nice post
lama ga buka blog ini,, tau2 ada mba dyah,, ekekeke...pakabar mba?
Hapuskl d sini senerna bukan senjata sih,, lebih pada alat memenggal, tuh kaya alat di atas.. alat yg juga dipake sama judge bao :D
tp, kl di pilem2 kung pu, emang dipake senjata,